Kategori

Asmaul Husna

Tukar Link

Copy paste link dibawah ini :
Minggu, 08 Agustus 2010

Martabat Wakil Rakyat


KOMPAS.com — Marilah kita main hitung. Di luar biaya reses dan tunjangan lain, gaji bersih yang diterima anggota DPR per bulan adalah sekitar Rp 57 juta atau Rp 684 juta per tahun. Dalam lima tahun, gaji yang mereka terima adalah Rp 3.420.000.000 (Rp 3,42 miliar). Taruhlah mereka mengeluarkan biaya ”administrasi” pemilu Rp 1 miliar, maka masih ada ”laba” Rp 2.420.000.000 (Rp 2,42 miliar).

Dengan hitungan kasar, kita dapat menyimpulkan: setiap anggota DPR di Senayan hidup supersejahtera. Mereka mempunyai penghasilan per hari minimal Rp 1,9 juta (Rp 57 juta dibagi 30 hari). Bandingan dengan penghasilan rakyat kecil per hari yang berkisar Rp 20.000 hingga Rp 50.000.

Rakyat kecil pun tak kenal uang reses atau tunjangan gaji, tetapi hanya mengenal ”bonus” penderitaan: dari kesulitan menyekolahkan anak, membayar biaya kesehatan, memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang mahal, sampai kesulitan mencari uang itu sendiri. Itu pun, jika tak beruntung, masih mendapat bonus lain: kena ledakan tabung gas atau menjadi obyek penggusuran pasukan polisi pamong praja.

Cita-cita merdesa

Konstitusi kita memiliki tiga kata kunci: melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan kehidupan rakyat. Amanah konstitusi itu dibebankan kepada (para penyelenggara) negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Sebagai lembaga legislatif, DPR memiliki tiga tugas pokok: pengawasan, anggaran, dan membuat undang-undang (legislasi). Dengan tiga tugas itu, DPR mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas atau kehidupan yang memenuhi standar merdesa, yakni sejahtera, patut, dan layak.

Target hidup secara merdesa merupakan impian dasar mayoritas rakyat kita. Hidup sejahtera berarti terjamin hak-hak dasarnya: hak mendapatkan kehidupan layak, mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan keamanan, hak mendapatkan pelayanan sosial, hak mendapatkan kebebasan berekspresi, kebebasan memeluk keyakinan/agama, hak mengembangkan diri, dan lainnya.

Patut dan layak berarti sesuai nilai, etika, norma, dan moral yang jadi basis kehidupan bangsa. Jika DPR adalah lembaga perwakilan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, makna ”perwakilan” harus dielaborasi dan diperkaya dengan makna ”pemerdesaan” rakyat. Bobot makna ”pemerdesaan” dapat dijadikan tanggung jawab moral sekaligus orientasi nilai DPR sehingga mereka wajib merasa bersalah, berdosa, dan malu jika gagal memperjuangkan cita-cita hidup merdesa rakyat.

Kita dapat memahami tindakan aktor film Pong Hardjatmo yang menuliskan grafiti ”jujur, adil, tegas” di atas Gedung DPR Senayan. Pong, seperti juga ratusan juta rakyat Indonesia yang lain, geram melihat dan merasakan kinerja anggota Dewan yang ”adem ayem” dan lebih sibuk dengan ”teater retorik” daripada menggelar teater konkret lewat penuntasan berbagai persoalan besar di negeri ini (kasus Bank Century dan lainnya).

Selama ini, para anggota Dewan di Senayan cenderung memaknai upaya-upaya penuntasan berbagai persoalan besar bangsa tak lebih dari kosmetik politik agar bercitra sebagai hero. Namun, ”perjuangan” itu menguap seiring dengan lunturnya kosmetik. Rakyat hanya disuguhi gegap gempita ”teater politik” melalui berbagai media massa. Sesudah teater itu berlalu, rakyat kembali disergap kesunyian yang panjang dan menyesakkan. Ironisnya, untuk semua pergelaran ”teater politik” itu, negara harus mengeluarkan biaya besar!

Teater sosial

Kita tidak berharap negara ini hanya menjadi panggung ketoprak humor yang ”wagu” dan tidak lucu, tempat para anggota Dewan—yang bergaji Rp 1, 9 juta per hari itu—memamerkan kepiawaian seni lakon (acting) demi entertainment politik yang melelahkan dan membosankan.

Teater sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat jauh lebih konkret, spektakuler, dan dramatis; sebuah teater yang muncul dari berbagai kegagalan kebijakan pemerintah terkait hak-hak dasar publik. Teater bertajuk ”Penderitaan Tiada Batas” ini berlangsung dalam setiap tarikan napas rakyat, terutama rakyat jelata.

Masihkah para anggota Dewan tega untuk ”duduk manis”, ”tidur”, dan ”membolos”?

Dengan penuh kepahitan, kita terpaksa mengucap, "Kita membutuhkan wakil-wakil rakyat yang punya martabat". Martabat diukur dari kualitas makna eksistensial melalui kiprah sosial yang penuh komitmen, dedikasi, integritas, dan kapabilitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berperadaban tinggi.

*INDRA TRANGGONO Pemerhati Budaya; Bermukim di Yogyakarta
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/08/03/09315334/Martabat.Wakil.Rakyat-5

Sabtu, 31 Juli 2010

FILOSOFIS PENDIDIKAN

1.  PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Ciri-ciri berfikir filosfi :

  1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.

  2. Berfikir secara sistematis.

  3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan

  4. Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :

  1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika

  2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.

  3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:

  1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.

  2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.

  3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.

  4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :

  1. Sebagai dasar dalam bertindak.

  2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.

  3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.

  4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
2.  FILSAFAT PENDIDIKAN
 
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;

  1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.

  2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan

  3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.  Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3.  ESENSIALISME DAN PERENIALISME
  
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

  1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

  2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

  3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Adapun norma fundamental pendidikan menurut  J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.
4.  PENDIDIKAN NASIONAL
  
Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.



Juara Bukan Segala-galanya

Hampir 6 tahun aku mengikuti kegiatan KARATE, selama itu pula aku telah di tempa dan di bina hingga menjadi seorang atlit.
Senpai-ku telah memberikan apa yang dia mampu untuk mencetak atlit2 tebaik nya…
Dia selalu mengatakan “Juara Bukan Segala-galanya Tapi Berjiwa Mulia itu yang Utama”, pekataan itu selalu terngiang di telinga ku hingga membekas dalam hati.

“Untuk apa kalian berlatih jika mental kalian jelek, percuma, karate bukan tempat orang yang cengeng,sok jagoan, senpai nggak perlu itu.
kalian berlatih pukul ,tendang, banting buat apa ? Buat jadi jagoan, Karate bukan buat itu tapi bisa memahami dan melaksanakan Sumpah Karate. Lebih dari itu tujan akhir dari ini adalah mental baja dengan semangat Bushido supaya Hati kalian Bersih”

setidaknya perkataan itu yang masih ku ingat dengan jelas.

untuk semua Atlit…..
Jangan Berfikir Kita Harus Menang Tapi Befikirlah Kita Harus Bermental Baja…….

Sabtu, 24 Juli 2010

Tak Ijo Royo-Royo Tak Senggo Temanten Anyar

Kanjeng sunan Ampel seakan-akan baru hari ini bertutur kepada kita, tentang kita, tentang segala sesuatu yang kita mengalaminya sendiri, namun tidak kunjung sanggup kita kita mengerti.

Sejak lima abad silam Sair itu telah ia lantunkan dan tidak ada jaminan bahwa kita sekarang sudah faham. Padahal kata-kata beliau mengeja kehidupan ini alfabeta alif ba ta kehilangan sejarah kita dari hari kehari , sejarah tentang sebuah Negri yang puncak kerusakannya pada ketidak sanggupan para penghuninya untuk mengakui bahwa kerusakan itu sudah sedemikian tak terperi.

Menggeliatlah dari matimu tutur sang sunan, siuman dari pingsan berpuluh-puluh tahun, bangkit dari tidur nyenyakmu sungguh negri ini adalah penggalan sorga, sorga seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan kekayaan dan keindahannya dan cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya . kau bisa tanam benih kesejahteraan apa saja diatas kesuburan tanahnya yang tidak terkirakan, tidak mungkin kau temukan mahluk tuhanmu kelaparan ditengah hijau bumi kepulauan yang bergandeng-gandeng mesra ini, bahkan bisa engkau selenggarakan penganten-penganten pembangunan lebih dari yang dicapai negri-negri lain yang manapun. Tetapi kita kita memang telah tidak mensyukuri rahmat sepenggal sorga ini, kita telah memboroskan anugrah tuhan ini melalui cocok tanam ketidak adilan dan panen-panen kerakusan.

Cah Angon-Cah Angon Penekno Belimbing Kui
Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodot Iro

Kanjeng sunan Ampel tidak memilih figure misalnya “pak Jendral-pak Jendral” juga bukan intelektual-intelektual, ulama-ulama, seniman-seniman, sastrawan-sastrawan atau apapun tetapi cah angon-cah angon, belia juga menuturkan penekno belimbing kui bukan “penekno pelem kui”, penekno sawo kui, bukan penekno buah yang lain tapi belimbing, bergigir lima, terserah apa tafsirmu mengenai lima, yang jelas harus ada yang memanjat pohon licin itu, lunyu-lunyu penekno agar belimbing bisa kita capai bersama dan yang harus memanjat adalah bocah angon “anak gembala” tentu saja ia boleh seorang Doctor, seorang Kiyai, seorang Seniman, seorang Jendral atau siapapun namun ia harus memiliki daya angon ‘daya menggembala” kesanggupan untuk mengemong semua fihak, karakter untuk merangkul dan memesrai siapa saja sesama saudara sebangsa, determinasi yang menciptakan garis resultan kedamaian, bersama memancarkan kasih sayang yang diterima dan dibutuhkan oleh semua warna semua golongan, semua kecenderungan “bocah angon adalah pemimpin nasional” bukan tokoh golongan atau pemuka semua gerombolan, selicin apapun pohon-pohon tinggi revormasi ini sang bocah angon harus memanjatnya, harus dipanjat sampai selamat memperoleh buah, bukan ditebang, dirobohkan atau direbutkan agar mendapatkan sari pati, sari pati lima belimbing ini dibutuhkan untuk mencuci pakaian nasionalnya, pakaian adalah akhlaq, pakaian adalah sesuatu yang menjadikan manusia bukan binatang, pakaian adalah pegangan nilai landasan moral dan system nilai. System nilailah yang harus kita cuci dengan pedoman lima.

Minggu, 18 Juli 2010

50 Miliar Rupiah : Job, Career, and Calling

Work Orientatation:

Job, Career, and Calling. ( Kerja, Karier, atau Panggilan.)

Apapun yang anda lakukan dalam kegiatan sehari hari, yang biasa kita sebut dengan kerja, ada 3 tipe orientasi yang berbeda yang dapat anda amati.

Job: Kegiatan sehari hari sebagai “kerja”. Kerja, motivasinya adalah uang, baik berupa gajih, bonus, atau keuntungan bisnis. Bekerja dianggap sebagi tugas dan beban, yang diharapkan adalah selesainya tugas itu. Yang ditunggu adalah hari gajihan dan libur akhir pekan. Ini membahayakan diri menjadikan kita sebagai robot yang produktip, tanpa arti kehidupan, tanpa kenikmatan. Tujuan utama penyelesaian tugas. Menderita dalam perjalanan tidak apa2 asalkan diujungnya ada uang. Uang motivasi utama.

Career: Ada yang melihat kegiatan sehari hari sebagai “karier”. Hidup sebagai sebuah lomba untuk secepatnya naik pangkat. Mendapatkan jabatan yang lebih baik, entah diperusahaan ini atau perusahaan lain yang bersedia membajak anda. Yang diinginkan adalah harga diri, hormat dari kolega dan anak buah. Yang ditunggu naik pangkat, naik jabatan, naik tunjangan. Kapan menjadi manager, direktur atau komisaris. Mencari ujung kebahagiaan dalam karier, kerja keras untuk itu, dan setelah tiba disana, akan ada upaya pencapaian baru, sebuah gunung baru untuk ditaklukkan.

Calling: Kegiatan sebagai “panggilan”. Disini kegiatan dianggap sebagai kenikmatan. Bekerja sebagai bagian dari passion, gairah kehidupan, dan sebagai sebuah kesempatan untuk berkarya, merealisasikan jati diri. Tanpa dibayarpun anda mau mengerjakannya dengan sebaik baiknya. Harapannya adalah dapat mengerjakan sebaik baiknya untuk kebaikan umat manusia. Apa yang diharapkan bila pekerjaan itu telah selesai? Ya pekerjaan baru lagi sebagai tantangan dan kenikmatan baru.

Tentu tidak semua kegiatan sehari hari dapat dikelompokkan secara eksklusif sebagai salah satu dari 3 hal diatas, karena bisa saja merupakan gabungan dari 2 atau ke 3 konsep diatas. Tapi tipe apa yang paling dominan dalam anda melihat kegiatan kerja anda?

Kata Khalil Gibran, bekerja dengan cinta itu seperti menyulam kain dari benang2 yang keluar dari jantungmu, untuk membuat pakaian kekasihmu. (It is to weave the cloth with threads drawn from your heart, even as if your beloved were to wear that cloth.) Adakah kenikmatan dan cinta pada pekerjaan kita?

Dengan menginjak bumi dan menggapai langit kita tetap pada prinsip bisnis adalah sebuah alat mencapai keuntungan (menginjak bumi), kitapun harus memiliki idealisme untuk menikmati pekerjaan kita dan menjalankan sesuai dengan nurani dan jiwa kita (menggapai langin).

Ada sebuah test sederhana yang dapat anda coba pikirkan: Bayangkan, bilamana anda mendapat hadiah undian uang sebesar Rp. 50 milliar, apakah anda masih akan mau tetap mengerjakan pekerjaan seperti yang sekarang anda kerjakan? (Walau mungkin dengan kenyamanan yang berbeda) Bila jawabnya anda tetap mau, maka berbahagialah anda, karena pekerjaan anda sekarang, sebagian atau seluruhnya, adalah panggilan hidup anda.

Nah, Bagaimana status pekerjaan anda sekarang? Salam sukses selalu.
www.facebook.com/tanadisantoso3


Sabtu, 17 Juli 2010

Agenda Satu Abad PONDOK PESANTREN LIRBOYO

1. MUNAS II HIMASAL
  • Hari : Sabtu s.d. Ahad
  • Tanggal : 17 s.d. 18 Juli 2010
  • Tempat : Aula Al Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo
Acara
  •   Pembukaan oleh Presiden RI atau yang mewakili
  •   Penutupan oleh Wakil Presiden RI atau yang mewakili
  •   Sidang Komisi Organisasi
  •   Sidang Komisi Program
  •   Sidang Komisi Tausiyah
  •   Sidang Komisi Bahtsul Masa-il
2. REUNI AKBAR IV
Acara : Reuni Akbar IV
  • Hari : Ahad
  • Tanggal : 18 Juli 2010
  • Waktu : 19.30 WIB s.d. selesai
  • Tempat : Aula Al Muktamar Pondok Psantren Lirboyo
Reuni Tamatan Tahap I
  • Hari : Ahad
  • Tanggal : 18 Juli 2010
  • Waktu : 13.00 WIB s.d. 19.00 WIB
  • Tempat : Menyesuaikan kondisi
Reuni Tamatan Tahap II
  • Hari : Senin
  • Tanggal : 19 Juli 2010
  • Waktu : 08.00 WIB s.d. Selesai
  • Tempat : Menyesuaikan kondisi
3. BAHTSUL MASA-IL DAN SEMINAR NASIONAL
Bahtsul Masa-il Putri Se Jawa Madura
  • Hari : Rabu s.d. Kamis
  • Tanggal : 13 s.d. 14 Januari 2010
  • Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
  • Tempat : Serambi Masjid lama dan sekitarnya
Bahtsul Masa-il Putra Se Jawa Madura
  • Hari : Rabu s.d. Kamis
  • Tanggal : 05 s.d. 06 Mei 2010
  • Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
  • Tempat : P3TQ Barat
Seminar Nasional Gender
  • Hari : Rabu
  • Tanggal : 06 Januari 2010
  • Waktu : 14.00 WIB s.d. selesai
  • Tempat : Aula Al Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo
  Seminar Nasional Ekonomi Syariah
  • Hari : Sabtu
  • Tanggal : 05 Mei 2010
  • Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
  • Tempat : Aula Al Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo
Seminar Nasional ASWAJA
  • Hari : Selasa
  • Tanggal : 11 April 2010
  • Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
  • Tempat : Aula Al Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo
4. HAUL DAN HAFLAH AKHIRUSSANAH
Khotmil Qur’an
  • Hari : Selasa
  • Tanggal : 08 Sya’ban 1431 H/ 20 Juli 2010 M
  • Waktu : Pukul 05.00 – 16.00 Wis
  • Tempat : Serambi Masjid Lama
Pelaksana : PPMQ
Tahlil Akbar
  • Hari : Selasa
  • Tanggal : 08 Sya’ban 1431 H/ 20 Juli 2010 M
  • Waktu : Pukul 16.30 Wis
  • Tempat : Masjid Lama
Tabligh Akbar
  • Hari : Selasa malam Rabu
  • Tanggal : 09 Sya’ban 1431 H/ 20 Juli 2010 M.
  • Waktu : Pukul 19.30 Wis
  • Tempat : Aula Al-Muktamar
Rencana Pembicara :
1. KH. Maimun Zubeir
2. Menteri Agama Republik Indonesia
Resepsi Pagi
  • Hari : Rabu
  • Tanggal : 09 Sya’ban 1431 H./ 21 Juli 2010 M.
  • Waktu : Pukul 08.00 Wis
  • Tempat : Serambi Masjid Lama
5. PEKAN RAYA LIRBOYO
Pekan Raya Lirboyo dilaksanakan pada tanggal 09 s.d. 19 Juli 2009 dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut :
1. Istighotsah Kubro Bersama 100 Kiai
  • Hari : Ahad
  • Tanggal : 09 Sya’ban 1431 H./ 21 Juli 2010 M.
  • Waktu : Pukul 06.00 WIB
  • Tempat : Komplek Aula Al Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo
2. Turnamen bola voli
3. Tenis meja
4. Sepak Takraw
5. Pencak silat
6. Sepak bola Api
7. Pameran Kepesantrenan
8. MQK antar Pondok Pesantren Se Jatim
9. MTQ se Pondok Pesantren lirboyo
10. Hifdzul Alfiyah se Pondok Pesantren lirboyo
11. Kaligrafi antar Pondok Pesantren Se Kota dan Kabupaten Kediri
12. Hadrah se Pondok Pesantren lirboyo
13. Adzan dan Muroqi se Pondok Pesantren lirboyo
14. Pidato anak dan dewasa antar Pondok Pesantren Se Kota dan Kabupaten Kediri
15. Cerdas Cermat islami anak-anak dan dewasa Se Pondok pesantren Lirboyo
16. Khitanan masal
17. Donor darah
18. Pengobatan gratis.

Kamis, 15 Juli 2010

SDM Tarik Aksesori Elpiji

KULONPROGO, KOMPAS.com - Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, segera menarik peredaran kompor elpiji dan aksesori di pasaran karena batas waktu penggunaan sudah habis.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulonprogo Darto di Wates, Jumat  mengatakan sosialisasi penggunaan elpiji ke masyarakat memang masih kurang sehingga kasus ledakan gas ukuran tiga kilogram sering terjadi.
"Kecenderungan masyarakat berpikiran memakai kompor gas dan asesorisnya untuk selamanya padahal ada batas waktunya. Kompor gas dan regulator batas pemakaiannya hanya satu tahun," katanya.
Ia mengatakan Pertamina hanya memberi jatah 3.725 tabung elpiji per harii atau 96.850 tabung per bulan untuk memenuhi kebutuhan 32.280 kepala keluarga, sedangkandistribusi tabung gas dilakukan 74 pangkalan dan setiap pangkalan mendapat jatah 58 tabung per hari.

Selasa, 13 Juli 2010

Latar Belakang sejarah berdirinya HMI

Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.
Situasi Dunia Internasional.
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1930) dan lain-lain.
Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
• Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
• Missi dan Zending agama Kristiani.
• Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”. Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”
Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
  • Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
  • Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
    Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif
  • Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
  • Ordonansi guru
  • Ordonansi sekolah liar
  • Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
  • Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
  • Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan
Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”
Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
1. Lafran Pane (Yogya),
2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3. Dahlan Husein (Palembang),
4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6. Soewali (Jember),
7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8. Mansyur,
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri (Surakarta),
11. Marwan (Bengkulu),
12. Zulkarnaen (Bengkulu),
13. Tayeb Razak (Jakarta),
14. Toha Mashudi (Malang),
15. Bidron Hadi (Yogyakarta).

Faktor Pendukung Berdirinya HMI
1. Posisi dan arti kota Yogyakarta
a. Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b. Pusat Gerakan Islam
c. Kota Universitas/ Kota Pelajar
d. Pusat Kebudayaan
e. Terletak di Central of Java
2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
7. Ummat Islam Indonesia mayoritas

Faktor Penghambat Berdirinya HMI
Munculnya reaksi-reaksi dari :
1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
2. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)

FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI
1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas
2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
3. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
4. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
5. Fase Tantangan (1964 - 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1960
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
7. Fase Pembangunan (1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :
1) Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan,
2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - 1998 )
Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.
Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
9. Fase Reformasi
Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.
MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG
Kritik terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat positif karena dengan demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan kelebihan organisasi. Sehingga kedepan kita mampu memperbaiki dan menentukan sikap dan kebijakan yang sesuai dengan keadaan jaman.
Dari masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik independensi HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap komunisme, tuntutan Negara Islam, dukungan terhadap rehabilitasi masyumi, penerimaan azas tunggal Pancasila, adaptasi rasionalitas pemikiran, dan lain-lain yang memberikan penilaian kemunduran terhadap HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI ke XX mengemukakan konsep tentang revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana politik etis HMI. Yakni dengan langkah : Peningkatan visi HMI, intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi.
Untuk pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai modal untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan masa depan bangsa Indonesia sangat komplek. Tetapi justeru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk memperjuangkan cita-cita HMI sampai mencapai tujuan.

PENUTUP
Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI tidak hanya cukup dengan mengikuti training formal. Mempelajari dan menghayati HMI harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan dimanapun. Dengan cara seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secata utuh dan benar.

Yakin usaha sampai bahagia hmi.

Makna Simbol HMI

Arti Lambang HMI


1. Bentuk huruf alif: sebagai huruf hidup, melambangkan rasa optimisme bagi kelangsungan hidup HMI pada masa depan;
2. Huruf alif merupakan angka 1 (satu): simbol kehidupan ber-Tauhid (perasaan ber-Ketuhanan, sebagai dasar / dan semangat HMI;
3. Bentuk perisai: lambang kepeloporan HMI;
4. Bentuk jantung: sebagai pusat kehidupan manusia, melambangkan fungsi perkaderan HMI;
5. Bentuk pena: melambangkan HMI organisasi mahasiswa yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;
6. Gambar bulan bintang: lambang kejayaan umat Islam seluruh dunia;
7. Warna hijau: lambang keimanan, keislaman, dan kemakmuran;
8. Lambang hitam: lambang ilmu pengetahuan;
9. Keseimbangan warna hijau dan hitam: lambang keseimbangan, esensi, dan kepribadian HMI;
10. Warna putih: lambang kemurnian dan kesucian perjuangan HMI.
11. Puncak tiga: lambang Iman, Islam, dan Ikhsan, serta wujud keterpaduan antara iman, ilmu, dan amal; dan
12. Tulisan HMI: singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam.

Kamis, 08 Juli 2010

Independensi HMI

A. PENDAHULUAN
Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase/saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan. Masa/fase pembentukan dari pengembangan bagi manusia terutama dalam masa remaja atau generasi muda.

Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan dengan baik apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.

Atas dasar keyakinan itu, maka HMI sebagai organisasi mahasiswa harus pula bersifat independen. Penegasan ini dirumuskan dalam pasal 7 AD HMI yang mengemukakan secara tersurat bahwa "HMI adalah organisasi yang bersifat independen"sifat dan watak independen bagi HMI adalah merupakan hak azasi yang pertama.

Untuk lebih memahani esensi independen HMI, maka harus juga ditinjau secara psichologis keberadaan pemuda mahasiswa islam yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam yakni dengan memahami status dan fungsi dari HMI.

B. STATUS DAN FUNGSI HMI

Status HMI sebagai organisasi mahasiswa memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Dan spesialisasi tugas inilah yang disebut fungsi HMI. Kalau tujuan menujukan dunia cita yang harus diwujudkan maka fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau kegiatan (aktifitas) dalam mewujudkan (final gool). Dalam melaksanakan spesialisasi tugas tersebut, karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat serta watak mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang benar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai "kekuatan moral"atau moral force yang senantiasa melaksanakan fungsi "sosial control". Untuk itulah maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Dalam rangka penghikmatan terhadap spesialisasi kemahasiswaan ini, akan dalam dinamikanya HMI harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.


Mahasiswa, setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat. Karenanya kelompok mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat atau "agen of social change". Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut di atas adalah merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan diri untuk menerima estafet pimpinan bangsa dan generasi sebelumnya pada saat yang akan datang.

Oleh sebab itu, fungsi kaderisasi mahasiswa sebenarnya merupakan fungsi yang paling pokok. Sebagai generasi yang harus melaksanakan fungsi kaderisasi demi perwujudan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat, bangsa dan negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus senantiasa memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai "duta-duta pembaharuan sosial" dalam pengertian harus menghendaki perubahan yang terus menerus ke arah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran. Oleh sebab itu mereka selalu mencari kebenaran dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan melalui pembuktian di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran demi mewujudkan beradaban bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara maka setiap kadernya harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.

Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas mewarnai dan memberi ciri HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat independen. Status yang demikian telah memberi petunjuk akan spesialisasi yang harus dilaksanakan oleh HMI. Spesialisasi tersebut memberikan ketegasan agar HMI dapat melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kader, melalui aktifitas fungsi kekaderan. Segala aktifitas HMI harus dapat membentuk kader yang berkualitas dan komit dengan nilai-nilai kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah organisasi kader yang mendorong dan memberikan kesempatan berkembang pada anggota-anggotanya demi memiliki kualitas seperti ini agar dengan kualitas dan karakter pribadi yang cenderung pada kebenaran (Hanief) maka setiap kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam melaksanakan pembaktiannya bagi kehidupan bangsa dan negaranya.

C. SIFAT INDEPENDEN HMI

Watak independen HMI adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI. Implementasinya harus terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola pikir dan pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun dalam melaksanakan "Hakekat dan Mission" organisasi HMI dalam kiprah hidup berorganisasi bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Watak independen HMI yang tercermin secara etis dalam pola pikir pola sikap dan pola laku setiap kader HMI akan membentuk "Independensi etis HMI", sementara watak independen HMI yang teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI akan membentuk "Independensi organisatoris HMI".
Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH SUBHANAHU WATA'ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan berprilaku baik "habluminallah" maupun dalam "habluminannas" hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran.

Aplikasi dari dinamika berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap yang :

Cenderung kepada kebenaran (hanif)

Bebas terbuka dan merdeka

Obyektif rasional dan kritis

Progresif dan dinamis

Demokratis, jujur, dan adil

Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI, baik dalam kehidupan intern organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta teguh kepada prinsip-prinsip kebenaran dan objektifitas.

Dalam melaksanakan dinamika organisasi, HMI secara organisatoris tidak pernah "commited" dengan kepentingan pihak manapun ataupun kelompok dan golongan maupun, melainkan tunduk dan terikat kepada kepentingan kebenaran, objektivitas, kejujuran, dan keadilan.

Agar secara organisatoris HMI dapat melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip independensi organisatorisnya, maka HMI dituntut untuk mengembangkan "kepemimpinan kuantitatif" serta berjiwa independen sehingga perkembangan, pertumbuhan dan kebijaksanaan organisasi mampu diemban selaras dengan hakikat independensi HMI. Untuk itu HMI harus mampu menciptakan kondisi yang baik dan mantap bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas-kualitas kader HMI. Dalam rangka menjalin tegaknya "prinsip-prinsip independensi HMI" maka implementasi independensi HMI kepada anggota adalah sebagai berikut :

Anggota-anggota HMI terutama aktifitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan HMI. Oleh karena itu, tidak diperkenankan anggota HMI melakukan kegiatan-kegiatan dengan membawa organisasi atas kehendak pihak luar mana pun juga. Mereka tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan pihak luar HMI selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.

Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang menruskan dan mengembangkan watak independensi etis dimanapun mereka berada dan berfungsi sesuai dengan minat dan potensi dalam rangka membawa hakikat dan mission HMI. Dan menganjurkan serta mendorong alumni untuk menyalurkan aspirasi kualitatifnya secara tepat dan melalui semua jalur pembaktian baik jalur organisasi profesional kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah aspirasi poilitik lembaga pemerintahan ataupun jalur-jalur lainnya yang semata-mata hanya karena hak dan tanggung jawabnya dalam rangka merealisir kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam menjalankan garis independen HMI dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pertimbangan HMI semata-mata adalah untuk memelihara mengembangkan anggota serta peranan HMI dalam rangka ikut bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Karenanya menjadi dasar dan kriteria setiap sikap HMI semata-mata adalah kepentingan nasional bukan kepentingan golongan atau partai dan pihak penguasa sekalipun. Bersikap independen berarti sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko. Ini adalah suatu konsekuensi atau sikap pemuda. Mahasiswa yang kritis terhadap masa kini dan kemampuan dirinya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa dan negara.

D. PERANAN INDEPENDENSI HMI DI MASA MENDATANG

Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir tujuan, bahwa investasi manusia kemudian akan dihasilkan HMI adalah manusia yang berkualitas ilmu dan iman yang mampu melaksanakan tugas-tugas manusia yang akan menjamin adanya suatu kehidupan yang sejahtera material dan spiritual adil makmur serta bahagia.

Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan terbinanya manusia yang berilmu, beriman dan berperikemanusiaan seperti tersebut di atas maka setiap anggota HMI dimasa datang akan menduduki jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.

Oleh karena itu hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan perannya dimasa kini dan masa mendatang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.

Dengan sifat dan garis independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.

Wabilahittaufiq wal hidayah,
Wassalamualaikum war. wab.,

*) Disadur dari berbagai sumber.


sumber tulisan : http://www.hmigorontalo.20megsfree.com/independensi.html (pbhmi)

Minggu, 04 Juli 2010

NDP Hasil Ketetapan Kongres Makassar

Nilai Dasar Perjuangan adalah sebuah landasan filosofis dan ideologis sekaligus sebagai spirit perjuangan dari organisasi sehingga setiap kader HMI harus mampu memahami nilai dasar perjuangan bukan hanya pada tataran yang formal tapi juga secara substansial sehingga tidak ada kontradiksi pada tataran konsep dan taktis melainkan sebuah keserasian antara landasan konseptual yang diterjemahkan pada wilayah starategis dan kebijakan yang taktis atau operasional.
Setiap generasi bertanggung jawab pada sejarah yang yang menyertainya, dan progressifitas perubahan menjadi keniscayaan dari setiap sejarah. Begitu halnya dengan sebuah organisasi ataupun suatu lembaga pasti diwarnai dengan perubahan, dan organisasi yang tidak mampu mengikuti pola perubahan yang terjadi pada zamannya, maka dia akan tertinggal jauh dan menjadi organisasi yang terbelakang, sehingga wacana perubahan adalah identik dengan parsialitas perubahan yang niscaya harus direspon. Tuntutan inilah yang mendorong keterbukaan dan progresifitas, karena wacana yang anti kepada perubahan adalah kejumudan, ketertutupan terhadap realitas yang mengalami perubahan dan cenderung bersifat status quo dalam memapankan kekuasaan.

Bakornas LPL HMI dalam melihat wacana perubahan yang terjadi dalam spirit organisasi perlu mengadakan sebuah perubahan dalam pengkaderan yang tentunya berlandaskan dengan nilai-nilai yang ada dalam organisasi Himpunan Mahsiswa Islam (HMI), maka dengan itu kamRata Penuhi mencoba memfasilitasi kader-kader HMI yang masih tetap eksis dalam dunia perkaderan untuk memformat ulang materi-materi dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang menjadi rekomendasi kongres. Sebagai langkah kongkrit maka kami dari Bakornas LPL HMI mengadakan semiloka Pendalaman NDP di Mataram, yang kemudian menghasilkan draf materi dan pembentukan tim 8 untuk kemudian menggodok lebih lanjut materi NDP. Proses penyempurnaan draft narasi yang menjadi kelanjutan forum di mataram selanjutnya digelarlah pendalaman dan finalisasi penulisan draft NDP yang diadakan oleh Bakornas yang bekerja sama dengan tim 8 di cabang Makasar Timur.

Dari hasil materi tersebut sepenuhnya nilai dasar perjuangan HMI tidaklah mengalami perubahan yang radikal kecuali hanya beberapa tema yang mengalami perubahan dan terdapat beberapa tema-tema tambahan khususnya materi landasan dan kerangka Berpikir dan dasar-dasar kepercayaan. Materi ini dianggap penting karena secara substansial materi ini dapat mengantarkan kita berpikir induktif yang ukuran kebanaran hanya dalam batas yang material dan mengarahkan kita kepada tidak meyakini hal-hal yang sifatnya metafisika dan hal itu mengingkari landasan ideologis organisasi yang berbasis Islam. Dan materi dasar-dasar kepercayaan yang selama ini bersifat dogmatis karena pembuktian wujud melalui pemahaman teks yang justru membawa paradigma determenistik dan jauh dari prinsip-prinsip rasionalitas. Olehnya itu terjadi pengayaan pendekatan dalam membuktikan esensialitas ajaran islam secara logis dengan pendekatan deduktif.

Adapun pengayaan lanjut dalam materi nilai dasar perjuangan adalah pertama: Hakikat penciptaan dan eskatologi, materi ini mengurai tentang hakikat penciptaan manusia dan pembuktian secara rasional akan adanya hari kebangkitan dengan argumentasi yang logis dengan prinsip-prinsip yang rasional, kedua: manusia dan nilai kemanusiaan, materi ini mengurai tentang manusia sebagai khalifah dalam alam makrokosmos dilihat dari berbagai persfektip tentunya dalam kaca mata Qur,an melihat manusia, apa ukuran manusia itu dikatakan sempurna apakah dalam dimensi fisiologis atau dalam dimensi sprtitual, Al-qur’an melihat bahwa ukuran kesempuraan terletak dalam dimensi spritualitas bukan fisiologis seperti yang banyak diungkapkan oleh pemikir-pemikir barat yang berbasis materialistik. Selanjutnya penjabaran meteri dari kemerdekaan manusia dan keniscyaan universal, individu dan masyarakat, keadilan ekonomi dan keadilan sosial dan sains islam mengalami perubahan pada materi yangsecara substansial adalah turunan dan penjabaran lebih jauh dari perubahan meteri dari hakikat penciptaan dan eskatologi dan manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, yang tentunya dengan uraian materi yang saling terkait antara sub-sub bab masing-masing dalam kerangka yang sistematis.

Pada kesempatan ini secara khusus Bakornas LPL HMI mengucapkan terima kasih kepada Kanda Muhammad Anwar (Cak Konyak) selaku Kabid PA PB HMI Priode 2003-2005 yang telah memberikan support penuh sehingga terlaksananya penulisan pengayaan materi NDP ini.Selain itu kepada Badko HMI Nusra dan HMI Cabang Makasar Timur yang telah memfasilitasi proses penulisan teks NDP, serta pihak-pihak lain yang turut membantu proses pengayaan materi NDP ini, semoga Allah SWT membalas dengan setimpal.

Demikianlah pengantar dari Bakonas LPL PB HMI, mudah-mudahan kerja keras dan niat yang tulus ini mendapatkan Ridho dan Berkah-NYA serta bermanfaat buat kader-keder HMI dalam menata lebih jauh format pengkaderan di organisasi yang tercinta ini.

Yakin Usaha Sampai.

Billahi Taufiq Walhidayah
Wassala’mu Alaikum Wr,Wb

BADAN KOORDINASI NASIONAL
LEMBAGA PENGELOLA LATIHAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
BAKORNAS LPL HMI)

ENCEF HANIF AHMAD HASBULLAH
Ketua Umum Sekertaris Umum