Kategori

Asmaul Husna

Tukar Link

Copy paste link dibawah ini :
Jumat, 10 Juni 2011

Pancasila Pelajaran Wajib di Perguruan Tinggi

JAKARTA-- Pancasila akan dijadikan salah satu pelajaran wajib di seluruh perguruan tinggi. Keputusan ini sudah disepakati para rektor dalam pertemuan dengan petinggi Kemdiknas pada tanggal 7-8 Juni 2011 lalu.

Hanya saja, Kemdikasn tidak akan menyetir perguruan tinggi mengenai model pelajaran Pancasila yang akan diajarkan. "Misalnya, di Universitas Indonesia ada 18 SKS yang digunakan untuk berbagai macam mata pelajaran termasuk Pancasila dan di dalam pengembangan kepribadian. Jadi masing-masing perguruan tinggi punya otonomi untuk menyajikan seperti apa mereka menggelar pendidikan Pancasila itu. Bisa jadi mata kuliah khusus, bisa masuk di PKN, atau bagian dari kelompok pengembangan kepribadian," terang Wakil Mendiknas Fasli Jalal kepada JPNN di Jakarta, Jumat (10/6).

Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdiknas ini menambahkan, yang terpenting saat ini adalah isi dari Pancasila itu dapat dimasukkan ke dalam berbagai mata pelajaran yang relevan. Dikatakan, isi dari pembelajaran Pancasila itu sendiri juga tidak harus berupa hafalan, karena Pancasila merupakan bagian dari pendidikan karakter. "Nah, karakter sendiri itu kan memerlukan pembiasaan atau habituasi. Bukan sekedar kognitifnya saja, bukan sekedar mengajarkan. Justru yang paling berat itu adalah menggunakan berbagai macam mata pelajaran terkait , proses pembelajaran yang menarik bagi murid, dan menjadikan kebiasaan terhadap nilai-nilai pancasila tersebut," ujar Fasli.

Dijelaskan, dalam pembelajaran Pancasila juga membutuhkan suatu keteladanan yang mungkin bisa berasal dari Kepala Sekolah, guru atau bahkan dosen di perguruan tinggi. "Intinya, bukan hanya dari dunia pendidikan saja, tetapi juga harus lewat keluarga, masyarakat dan peran media juga ikut andil besar dalam ini," imbuhnya.

Terpisah, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Suparman, menjelaskan, saat ini perlu adanya inovasi pembelajaran dari para guru, terutama menyesuaikan dengan dinamika sosial politik yag terjadi di negara ini. Sebab menurut Suparman, lunturnya nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme terutama di kalangan anak didik, bukan semata-mata salah dunia pendidikan. Namun juga adanya kesalahan pada keteladanan yang diberikan oleh lingkungan sekitar. “Konflik politik dan sosial yang ditunjukkan di televisi dan media massa merupakan teladan yang buruk bagi anak didik,” tegasnya.

Dikatakan, penting juga bagi guru ataupun tenaga pendidik lainnya untuk menerapkan sistem pembelajaran yang lebih menyertakan aktualitas kehidupan yang berpedoman pada Pancasila. “Sebenarnya banyak contoh kasus yang dapat dijadikan media pembelajaran berpancasila. Maka dari itu, guru dituntut harus lebih inovatif,” tegasnya. (JPNN)